Selasa, 17 Maret 2020
Baru setelah mewabah virus korona, belajar online mulai digalakkan. Itupun masih banyak yang bingung, lewat apa dan bagaimana?
Padahal, belajar online sudah dijalankan sejak era Yahoo Messenger (YM), sekalipun dengan jumlah personil yang terbatas via webcam, dengan kualitas video yang harus delay beberapa detik.
Kala itu tidak semua bisa ikut kelas online, sebab harus punya komputer yang tersambung internet. Atau laptop. Bisa juga memanfaatkan warung internet.
Sekarang lebih gampang, ada banyak aplikasi yang bisa dimanfaatkan. Atau mengolah kreatifitas : memadukan YouTube, Whatsapp, Instagram, Facebook, dan sebagainya.
Paling sederhana misalkan, belajar online via live streaming Instagram atau facebook. Atau bisa juga guru/dosen merekam video yang berisi materi lalu mengunggahnya ke YouTube.
Setelah itu, siswa diminta membuat review dari materi tersebut sebagai tolok ukurnya. Cara ini efektif, sebab siswa bisa berulang kali memutar video jika belum paham. Hal yang tak mungkin dilakukan dalam kelas tatap muka.
Lebih sederhana lagi, belajar online via whatsapp. Membuat grup, lalu guru merekam video langsung, atau biar hemat kuota via voice note.
Cara di atas paling sederhana, lebih canggih lagi bisa lewat aplikasi yang memungkinkan menjalin konferensi, webinar, atau google hangouts. Tapi itu tidak direkomendasikan, sebab umumnya memori dan RAM HP anak-anak sekolah itu tidak cukup bila harus mengunduh aplikasi baru.
Sudah terlalu banyak aplikasi yang terinstall, dan sudah terlalu penuh menampung video, terutama para penggandrung drama korea dan anime jepang.
Jadi, manfaatkan saja aplikasi yang ada, yang pasti semua orang menggunakannya.
Belajar tatap muka atau online (daring) toh sama saja, hanya beda caranya. Jika dikemas dengan baik, materi bisa tersampaikan dengan maksimal.
Meskipun kendalanya mungkin, guru/dosen masih demam kamera. Tidak bisa bicara lancar di depan kamera atau hanya sekadar merekam audio. Beda suasana ketika bertemu tatap muka.
Sama seperti mereka yang demam panggung. Namun itu kan hanya soal kebiasaan? Sekarang masing-masing kita harus siap berhadapan dengan kamera, sebab memang sudah eranya.
Orang lebih banyak menyerap informasi via gawai. Banyak juga yang terkenal tiba-tiba, entah karena prestasi atau sekadar sensasi. Guru dan dosen jangan sampai kalah dengan Vlogger dan TikTokers. []
Warung Kopi Noer
Ahmad Fahrizal Aziz
0 Comments
Komentar di sini